Copas dari grup alumni SMA.
Penulis : M. Syamsudin, dosen tinggal di Bandung.
*Berpegang dengan Tali Allah (Hablillah)*
(Nama Noni di tulisan ini hanya fiktif, tidak terkait dengan siapapun).
Selama ini Noni telah melakukan shalat, puasa, zakat, sedekah, dan amalan sunah lainnya dsb. Koleksi amalan yang baik ini oleh Noni telah dilakukan berkali-kali. Jadi Noni telah menabung amal shaleh cukup banyak. Semua apa yang dikerjakan oleh Noni ini ada tuntunannya di dalam ajaran Islam. Artinya Noni telah mengikuti berbagai perintah Allah swt. Insya Allah, Noni berniat ihlas menjalankan semua perintah Allah itu. Dalam hal ini mungkin Noni bisa dikategorikan sebagai orang yang berpegangan dengan ‘Hablillah’ (Tali Allah). Hanya Allah saja yang tahu.
Namun ada satu perintah Allah yang belum dijalankannya, yaitu perintah di surat An-Nur ayat 31 (atau Al-Ahzab ayat 59) tentang menutup aurat. Andaikan ada orang bertanya ke saya: “Noni belum menjalankan perintah Allah di dalam surat An-Nur ayat 31, apakah Noni sudah atau belum berpegangan dengan Hablillah?” Saya akan menjawab: “Saya tidak tahu.” Saya tidak tahu cara Allah menilai ribuan amal shaleh yang telah dilakukan Noni. Saya tidak tahu pula apa Noni sudah atau belum untuk dikategorikan berpegangan dengan Tali Allah (Hablillah) hanya semata-mata karena ia belum menjalankan amanah An-Nur ayat 31.
Apakah ribuan amal saleh yang telah dilakukan Noni dari hari ke hari akan lenyap begitu saja tidak berarti apa-apa hanya semata karena Noni belum menjalankan perintah dari An-Nur ayat 31? Apakah Noni dengan seketika layak diketogarikan tidak berpegangan dengan Hablillah? Sekali lagi, saya tidak tahu. Hanya Allah yang tahu.
Saya tidak tahu cara Allah mengevaluasi amal saleh kita. Saya juga tidak tahu apakah seseorang yang telah menjalani berbagai perintah Allah namun belum menjalankan satu saja perintah Allah akan otomatis dikategorikan belum berpegangan dengan Hablillah.
Alhamdulillah, sekarang Noni telah mematuhi perintah Allah dalam surat An-Nur ayat 31 tentang menutup aurat. Sekarang relatif lebih mudah bagi kita untuk kembali mengkategorikan bahwa Noni sudah berpegang dengan Hablillah. Hanya Allah yang tahu persisnya.
Kita lanjutkan cerita fiktifnya.
Misalkan semua perintah Allah yang relevan untuk dikerjakan Noni telah dilakukan sehingga Noni sekarang dikategorikan sebagai orang yang berpegangan dengan Hablillah. Namun saat pemilu tiba Noni tidak mematuhi perintah Allah di surat Al Maidah ayat 51. Apakah Noni sekarang statusnya otomatis berganti lagi menjadi tidak berpegangan dengan Hablillah? Kalau pertanyaan itu ditujukan lagi ke saya maka tetap akan saya jawab: “Saya tidak tahu”. Alasannya serupa dengan argumentasi ketika Noni menyikapi perintah Allah di surat An-Nur ayat 31 di atas tentang menutup aurat.
Perintah Allah dalam Al-Quran adalah pesan (messages) pribadi yang ditanamkan Allah ke hati kita. Pesan itu mungkin sudah tertulis di dalam mushaf Al-Quran, tapi belum tentu telah tertanam dalam hati kita. Disitulah peranan hidayah Allah agar hati kita diisi dengan pesan-pesan dari Al-Qur’an. Mungkin kita sudah punya mushaf Al-Quran yang kita baca tiap hari, tapi belum tentu AlQur’an telah menghuni hati kita.
Ayat-ayat Al-Quran sebagai pesan (messages) dari Allah yang sangat pribadi ke hati kita itu hanyalah untuk kita laksanakan. Ayat Al-Quran itu jangan sampai digunakan untuk menilai atau menghakimi orang lain. Biarlah Allah saja yang berhak melakukan penilaiannya. Tugas kita hanya menjalankan kewajiban yang dipesankan oleh ayat AlQur’an itu.
Di hadapan Allah kita hanya memiliki *kewajiban*, kita tidak memiliki *hak* apapun. Termasuk pula kita tidak mempunyai hak menggantikan peranan Allah di dalam mengevaluasi perilaku orang lain. Kita hanya diijinkan mengevaluasi diri kita sendiri; ini malahan menjadi kewajiban buat kita.
Buat saya, asalkan seseorang sudah syahadat maka ia sudah mulai berpegangan dengan Tali Allah (Hablillah). Kalau ia belum mengerjakan satu pun perintah Allah selain syahadat, saya tetap tidak bisa memberikan penilaian kepadanya.
Terkait dengan ini saya jadi teringat Hadits shahih tentang pelacur yang memberi minum anjing kehausan yang mengantarkan ia mendapat ampunan dari Allah. Hanya satu amal shaleh yang dilakukan sang pelacur sudah mengantarkan jaminan bahwa ia diampuni Allah; orang yang sudah diampuni Allah pastilah ia telah berpegangan pada Tali Allah (Hablillah). Hanya Allah yang tahu evaluasinya.
Kalau kita yang menilai sang pelacur mungkin akan bertaburan kosa kata neraka bagi sang pelacur, sekalipun ia telah ribuan kali memberi minum anjing kehausan. Logika atau nafsu kita mungkin akan mengatakan ia tidak berpegangan dengan tali Allah (Hablillah). Namun di hadapan Allah, cukup satu kali saja sang pelacur memberi minum anjing kehausan maka ia telah diampuni Allah; orang yang sudah diampuni Allah pastilah ia telah berpegangan dengan Tali Allah (Hablillah).
Berdasarkan hadits ini, kita tidak akan pernah bisa mengevaluasi orang lain dan tidak selayaknya kita mengevaluasi orang lain. Asalkan seseorang sudah syahadat, maka ia sudah mulai berpegangan dengan Tali Allah (Hablillah). Selebihnya, serahkan pada Allah yang mengevaluasi orang itu. Hanya itu yang bisa saya katakan.
Wallahu’alam.